Radikalisasi Gerakan Buruh Terus Diredam Dalam Menekan Inflasi, Mari Mahasiswa Bersatu Mendukung Kesejahteraan Kaum Buruh.
Oleh : Sayap Merah
Krisis
Kapitalisme terus mengalami krisis yang berkepanjangan dan bahkan hingga over
produksi, sehingga membuat bagaimana sistem kapitalisme ini untuk terus
mempertahanan dan terus meningkatkan akumulasi modalnya hal ini sudah jelas
seperti yang terjadi saat ini utang pemerintah Indonesia yang terus mengalami
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, akhir tahun 2011 lalu total utang
Indonesia dari Rp 1.803,49 triliun hingga mencapai Rp 1.844,96 triliun pada
2012 dan terus meningkat hingga Rp 1.959,65 triliun sehingga cara apapun akan
ditempuh kapitalisme untuk menyelamatkan diri dari krisisnya, seperti investasi
saham demi terakumulasinya perputaran modalnya untuk menekan biaya yang akan
berdampak pada nasib kaum buruh. Lantas, cara-cara apa saja yang akan ditempuh
kapitalisme demi menyelamatkan modalnya ?
Jawabannya
adalah dengan jalan ekspansi yang ia lakukan hampir diseluruh belahan Negara
yang ada, seperti halnya mendirikan perusahaan-perusahaan asing di Negara
tertentu atau yang biasa disebut dengan Trans
National Cooperation yang bertujuan untuk selain memperluas cakupan modal
atau investasi asing selain itu juga dengan memasarkan hasil-hasil produksi
dalam negeri untuk dijual kenegara-negara lain contohnya perusahaan asing yang
sedang berdiri saat ini di Indonesia seperti Unilever, Danone, Nestle, Freeport
.
Setelah berhasilnya ekpansi yang dilakukan kapitalis maka
dengan jalan berikut yang akan ditempuh adalah berupa peningkatan atau
akumulasi modal/saham yang ditanam dinegeri jajahan agar tumbuh subur. Menurut
data yang dikeluarkan lembaga pemeringkat international atau Fitch Rating Agency status Indonesia tentang
sasaran investasi mengalami naik level dari tidak hingga layak investasi
semenjak krisis di tahun 1997 . Hingga pada akhirnya target investasi baik dari
luar ataupun dalam negeri itu sendiri pun terus dinaikkan pemerintah melalui
Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Investasi mampu mencapai Rp 251,3 triliun dari target yang ditentukan Rp
240 triliun pada tahun 2011 dan terus meningkat hingga mencapai Rp. 4000
triliun di tahun 2014 yang berasal dari pendanaan swasta sebesar 49%, 12% real
dari pemerintah dan 39% adalah dana gabungan. Dan investasi ini sendiri pun
harus memiliki syarat tertentu yang berlandaskan stabilitas politik agar tidak
terhambatnya investasi seperti situasi politik yang kondusif dan produksi yang
tidak boleh berhenti. Sehingga sudah jelas ketika kapitalisme tidak mampu
memenuhi syarat tersebut maka tidak akan mampu menekan biaya produksi dan
pengamanan modal. Untuk itu lah peran Negara semakin mengkonsolidasikan dirinya
dengan berbagai legitimasi-legitimasi yang berfungsi untuk meredam radikalisasi
gerakan buruh dalam penuntutan kenaikan upah dengan dikeluarkannya berbagai
macam kebijakan/UU anti-demokrasi misalnya saja UU Intelijen, UU Penanggulangan
Konflik Sosial, RUU KAMNAS dan ORMAS. Agar buruh untuk tetap terus memproduksi
tanpa melakukan penuntutan kenaikan upah atau mogok secara nasional. Salah satu
contoh dalam media informasi pun salah serorang buruh yang tidak mendapatkan ruang
demokrasinya bernama Lutfiana yang bekerja di suatu stasiun tv dilarang untuk
membentuk serikat pekerja di Metro tv tersebut. Karena kekhawatiran
borjuasi(pengusaha) ketika dibentuknya serikat pekerja akan semakin memundurkan
pengakumulasian surplusnya (nilai lebih) dan Lutfiana pun pada akhirnya dipecat
dari tempat ia bekerja.
Di Indonesia memiliki daya tarik bagi Negara-negara capital
karena menganggap peluang perluasan pasar ekonomi yang masih terbuka, politik
upah murah bagi pekerja/buruh, dan memiliki potensial sumber daya alam yang
melimpah. Jika kita menilik kembali ke zaman penjajahan bangsa-bangsa Portugis,
Belanda dan kolonialisme lainnya hal ini gak ada bedanya pada saat itu yang
dilakukan Eropa di Indonesia dengan dalil berdagang mencari rempah-rempah yang
pada akhirnya mampu menginvasi bangsa pribumi dengan berbagai penindasan dan
kebijakan politik yang tidak memanusiakan, hanya saja bangsa kita saat ini
sudah tidak lagi dijajah dengan cara klasik yang dilakukan kolonialisme untuk
kepentingannya sendiri akan tetapi kapitalisme pun telah banyak belajar dari
kegagalan penindasan yang ada dengan pengilusian kebijakan yang dilakukan
pemerintah yang bekerja sama dengan luar negeri sehingga adanya konsep Neoliberalisme
(perdagangan bebas). Adanya ekspor-impor, dengan adanya
perjanjian/kesepakatan regional seperti AC-FTA (Asean-China Free Trade Agreement), kemudian AANZ-FTA
(Asia-Australia-New Zealand Free Trade Agreement), yang kesemuanya dilakukan
demi melancarkan jalan bagi penjajahan asing di Indonesia. Sebagai contoh, perjanjian perdagangan bebas dengan Australia dan
New Zealand yang juga disetujui oleh pemerintah Indonesia, akan berdampak besar terhadap produk daging,
susu lokal. Produk Daging dan Susu Australia serta New Zealand masuk tanpa dikenai
biaya (0%), dan sudah pasti, baik kalangan kelas atas dan kelas menengah ke
bawah, akan lebih memilih membeli daging dan susu import. Karena Produk mereka
jauh lebih murah dan bermutu, terlebih pemerintah Australia memberikan subsidi
$2 per liternya untuk produk susu mereka, dan daging sapi yang diberi subsidi
60% dari harga ekspornya. Lain halnya dengan peternak Indonesia yang sudah
tidak lagi mendapatkan subsidi dan insentif dalam produksi mereka, akibatnya
jelas, kehancuran pada sektor peternakan yang menyumbang 2.57 Juta jiwa, yang bekerja di sektor
tersebut akan memperparah tingkat pengangguran karena hancurnya harga daging
dan susu lokal dari para peternak dalam negri. Terjadinya inflasi akibat
beberapa factor yang diantaranya karena adanya hubungan ekspor-impor ini akan
sangat menentukan pula terhadap jumlah besaran gajih yang dibayarkan oleh pihak
perusahaan kepada pekerja “dari BPS menentukan inflasi sekian, gaji karyawan
berapa yang harus dibayar itu nantikan akan disodorkan ke dewan pengupahan,
nanti pengupahan masuk ke pemerintah atau DPR” ujarnya Agus Prakoso (43) selaku
staff ekspor-impor disebuah perusahaan udang di Tarakan. Hal ini membuktikan
agar tidak terjadi kerugian yang cukup besar maka biaya pengeluaran harus
ditekan salah satunya dengan politik upah murah untuk mengurangi inflasi.
Karena neoliberalisme
ini lah yang berdampak terhadap berbagai macam hal-hal primer di Indonesia,
karena mata uang rupiah yang mengikuti mata uang asing atau dollar yang saat
ini ketika dollar mengalami kenaikkan mau tidak mau ataupun suka tidak suka
Indonesia harus tetap menaikkannya juga yang berdampak terhadap naiknya BBM dan
terus menjalar seperti efek domino yang saling berkesinambungan ketika BBM naik
kebutuhan akan hidup seperti sembako dan tariff dasar listrik pun turut
mengalami kenaikan. Namun, anehnya pada saat itu upah buruh tidak ada kenaikkan
padahal sudah menjadi tanggung jawab perusahaan dan pemerintah untuk menaikkan
upah buruh sehingga meledakkannya gerakan-gerakan buruh dan mahasiswa bersatu
secara nasional dalam penuntutan kenaikan upah demi kesejahteraan.
Pengeksploitasian yang dilakukan perusahaan baik itu
terhadap sumber daya manusianya ataupun alam adalah finishing dari karya
kapitalisme untuk memanfaatkan perputaran modal yang akan mendapatkan surplus, penindasan-penindasan
yang terjadi politik upah murah dengan gaji bahkan di bawah UMK, pekerja
kontrak dan outsourching semakin tidak mendapatkan kelayakan akan pekerjaannya
dan bahkan tidak mendapatkannya sebuah jaminan social atau kesehatannya seperti
yang dialami Agus Wibowo (31) salah satu pekerja kontrak di Tarakan menuturkan “jaminan kesehatan aja gak ada, itu yang
banyak dikeluhkan Cuma kandas terus”ungkapnya ketika ditemui oleh salah
seorang wartawan Pers Mahasiswa Universitas Borneo ditempat kerjanya berada.
Padahal ini sudah bertolak belakang dengan UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaaan.
Ini membuktikan gambaran buruh secara nasional mengalami
kemiskinan yang tidak pernah berujung karena seperti itulah kapitalisme dengan banyak
trik yang ia lakukan bahkan seperti pemanipulasian data, di media elektronik,
media cetak, yang berafiliasi dengan elit politik dan dalam pidato presiden
yang mengatakan kondisi ekonomi kita semakin membaik dan inflasi mengalami
penurunan agar rakyat tidak dengan
mudahnya melakukan pengkritisan akan kebijakan-kebijakan yang telah menyengsarakan
anak bangsa pribumi, sebagai contoh yang dilansir oleh World Bank
mengklasifikasikan masyarakat kelas menengah adalah masyarakat yang memiliki
pengeluarannya dari 2 dollar – 6 dollar atau lebih /harinya maka hal ini sudah
jelas dikatakan bahwa buruh termasuk kedalam kelas menengah. Sungguh terjadi
ketimpangan antara data dan fakta lapangan yang, seperti ini lah cara
pemanipulasian agar rakyat atau para pekerja yang upahnya sangat minim sehingga
bisa dimanipulasi
Lantas bagaimana kita sebagai garda pelopor yang sering di
gembar-gemborkan sebagai agen perubahan ataupun penyambung lidah rakyat
“KATANYA BANG…”, apakah tetap akan sama the next oppressor (penindas berikutnya),
agen of apatis atau agen skeptis, agen hedonism atau bahkan agen miris yang
hanya kuliah mengejar IPK tinggi, atau mungkin hanya mencari kesenangan yang
tiada tara mencari alat pemuas kebutuhan yang berlimpah yang hanya untuk
kepentingan individu masing-masing untuk memenuhi hasrat tertawa ria dan ajang
gaya-gayaan dan tidak pernah memperdulikan
terhadap nasib kawan – kawan buruh kita, pedagang kaki lima, kaum miskin kota,
petani, nelayan, anak-anak bangsa yang tidak mengenyam pendidikan yang padahal
sudah diatur dalam UU tentang Pendidikan Nasional. pekerja yang terus bekerja
diperas keringatnya hingga kering. tanpa pernah peduli bersama-sama berjuang
menciptakan tatanan pemerintahan pro-rakyat tanpa elit politik dan borjuasi, membuka
ruang demokrasi yang telah susah-susah diperjuangkan kawan-kawan kita ditahun
1998 dalam tragedy TriSakti untuk terus diperjuangkan hingga terciptanya
Revolusi yang sejatinya.
Komentar
Posting Komentar